Untuk Mengobati Fellina, Iwan Jual Sawah dan Kambingnya

Jakarta, Sabtu, 21 Agustus 2004, 17:57 WIB

Setelah lebih dari enam bulan bergulat dengan sakit pasca-operasi pemotongan usus di Rumah Sakit Karya Medika, Cibitung, Bekasi, Jumat (20/8) sekitar pukul 10.00 Fellina Azzahra akhirnya menjalani masa perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Keputusan agar Fellina segera ditangani mengacu pada rekomendasi empat dokter ahli di RSCM yang memeriksanya.
Pada jumat pagi, bocah mungil berusia 16 bulan yang diduga menjadi korban malapraktik di Rumah Sakit (RS) Karya Medika tersebut diantar sendiri oleh kedua orangtuanya, Iwan Pahriawan dan Masriati. Mereka didampingi staf dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan.
Fellina dibawa ke Poli Bedah anak RSCM. Menurut Aulia Taswin, aktivis dari LBH Kesehatan, yang ikut mengantar Fellina ke Poli Bedah, setibanya di RSCM Fellina diperiksa empat dokter ahli. Mereka kemudian merekomendasikan agar Fellina segera dirawat agar bisa dipulihkan kondisinya.
Bocah malang itu dirawat di ruang rawat inap kelas II khusus anak-anak di lantai dasar bangsal anak.
"Fellina bisa masuk setelah kami urus semua surat keterangan untuk mendapatkan JPK Gakin," ujar Aulia.
Saat ini Fellina sedang diobservasi dan dipulihkan kondisinya karena selama dua bulan ini anak tersebut tidak bisa mendapatkan makanan. Setiap makanan dan minuman yang dikonsumsi Fellina selalu terbuang lagi melalui ususnya yang bocor.
Tetap membantah
• Sementara itu, pihak RS Karya Medika tetap membantah telah melakukan malapraktik atas Fellina.
Meski demikian, pihaknya bersedia melakukan operasi lagi dengan membebaskan semua biaya. Orangtua Fellina bahkan diperbolehkan memilih dokter spesialis anak dari luar RS Karya Medika dengan syarat operasinya di tempat tersebut.
Hal itu dikatakan oleh Direktur RS Karya Medika Djuhari Suryasaputra dalam jumpa pers kemarin.
Kepada wartawan, dr Ottman mengaku kaget atas tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Dia juga menolak tudingan kalau dirinya menelantarkan Fellina karena alasan biaya.
Tentang operasi terhadap Fellina yang tidak dilakukan ahli bedah anak, Ottman menyatakan hal itu tidak menyalahi peraturan. Sebab, seorang ahli bedah harus bisa menangani semua kasus.
Menurut dia, operasi terhadap Fellina dilakukan atas rekomendasi seorang dokter anak di rumah sakit itu yang melihat kondisi pasien yang parah. Tindakan emergency dengan memotong usus Fellina harus dilakukan karena usus pasien sudah membusuk. Masalah berat badan Fellina yang memang kurang, sudah dijelaskan kepada orangtua pasien. "Operasi itu sifatnya emergency untuk menyelamatkan nyawa pasien," kata Ottman.
Ottman juga menyatakan bahwa dirinya akan segera dimintai keterangan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Namun, dia tidak menyebutkan secara terperinci kapan surat panggilan itu diterima dan apakah dia akan memenuhi panggilan atau tidak.
Ia juga menyatakan belum menerima panggilan dari penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya berkait dengan laporan dugaan malapraktik itu.
Jual Sawah dan Kambing
"YANG saya inginkan hanya satu, bagaimana supaya anak saya bisa sembuh dan kembali normal," kata Iwan Pahriawan, ayah kandung Fellina Azzahra, bocah mungil berusia 16 bulan yang diduga menjadi korban malapraktik dr Ottman Nasution di Rumah Sakit Karya Medika, Cibitung, Bekasi.
HARAPAN Iwan dan Masriati (30), istrinya, memang tidak berlebihan. Selain sudah habis-habisan materi demi mengupayakan kesembuhan anaknya, secara fisik dan pikiran mereka juga kepayahan. Mereka praktis tidak bisa menjalani aktivitas hidupnya seperti biasa.
Hampir sepanjang hari Masriati harus menyaksikan bagaimana Fellina terus menangis karena rasa sakit di perutnya. Perut lapar dan kerongkongan kering memang selalu mendera bocah itu.
Secara naluriah, Fellina justru sangat ingin memakan apa pun jenis makanan yang dilihatnya. Tetapi, apa pun makanan yang dikonsumsinya hanya dapat bertahan sejenak lima menit di perutnya. Lima menit kemudian, makanan itu akan keluar lagi melalui lubang kecil bekas operasi pada perutnya.
Karena itulah Fellina tidak pernah merasa kenyang. Perutnya selalu lapar dan kerongkongannya selalu terasa kering. Rasa lapar dan kering di kerongkongan itulah yang membuat Fellina hampir setiap saat menangis.
Yang paling memprihatinkan, apa pun yang diminum dan dimakan bocah mungil itu tidak pernah membuat dia tahak dan kenyang. Fellina selalu lapar, haus, dan selalu merasa tidak pernah kenyang karena makanan dan minuman yang dikonsumsinya selalu "bocor", keluar lewat perut dan memancur. Begitu terus, berulang-ulang.
Ketika Kompas menemuinya di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan di Manggarai Utara, Jakarta Selatan, Kamis (19/8) siang, Fellina terlihat selalu haus. Selama sekitar satu jam berada di sana, sudah dua botol susu 200 cc dia habiskan. Dalam sehari, orangtuanya harus mengganti kantung plastik penampung sebanyak 25-30 kali.
Saat itu Fellina juga sudah makan roti beberapa lapis, minum teh manis, dan jajanan lainnya. Namun, dia tidak pernah puas. Ia terus menangis dan minta minum. "Kalau di rumah, saya sampai harus ngumpet setiap akan makan," kata Masriati sedih.
Sebab, Fellina akan menangis jika melihat makanan yang akan disantapnya. "Bukan hanya dengan saya saja, siapa pun yang bawa piring di depan dia dan dia melihatnya, dia akan menangis minta makan," katanya.
Menurut Masriati, tidak ada masalah dengan buang air kecil. Sebab, setiap hari Fellina selalu buang air kecil secara lancar, meski jumlahnya sedikit. Namun, sejak satu setengah bulan lalu, Fellina tidak pernah buang air besar. Perutnya juga tidak pernah mulas, seperti yang dirasakan orang ketika mau buang air besar.
"Bagaimana mau buang air besar kalau makanannya enggak pernah nyampe. Lihat saja pantatnya sama sekali enggak ada, dan kakinya terus mengecil meski perutnya agak besar," kata Iwan sedih.
KEBAHAGIAAN seperti enggan berpihak kepada keluarga Iwan. Meski ia telah banyak mengeluarkan biaya bagi pengobatan anaknya, kondisi Fellina tidak kunjung membaik. Bahkan sebaliknya semakin parah.
Paling tidak, Iwan telah mengeluarkan uang Rp 15 juta untuk membiayai pengobatan anaknya. Sekitar 12 juta untuk biaya operasi, perawatan, dan pengobatan di rumah sakit. Selebihnya untuk biaya rawat jalan, menebus obat, hingga transportasi.
Untuk keperluan biaya pengobatan itu, Iwan harus meminjam sepeda motor kakaknya untuk digadaikan, meminjam uang dari saudara serta menjual sawah dan kambing milik mertuanya. "Kalau nggak percaya, silakan cek ke mertua saya di Bojonegoro. Sawah dan kambing mertua saya saya terpaksa saya jual untuk mengobati anak saya ini," kata Iwan, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek di Tambun, Bekasi.
Iwan merinci, ketika anaknya mau dioperasi di RS Karya Medika, saat itu ia hanya memiliki uang Rp 200.000. Padahal, pihak rumah sakit meminta uang muka Rp 2 juta. Tidak ada pilihan, Iwan kemudian meminjam motor berikut Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor BPKB milik kakaknya untuk dijadikan jaminan.
Selesai operasi, total tagihan dari RS meliputi biaya pengobatan, perawatan, dan operasi mencapai Rp 12,69 juta. Rinciannya antara lain untuk biaya perawatan kelas III anak-anak-ISOL selama 12 hari Rp 960.000. Kelas II Intensif - ICu dan Kelas III anak-anak biasa selama 10 hari sebesar 1,38 juta.
Sedangkan biaya yang harus dibayar untuk tindakan mencapai 5,62 juta. Tindakan RS meliputi perawatan ICU (visit dokter) Rp 610.000, perawatan Kutilang (visit dokter) Rp 617.000, perawatan parkit (visit dokter) Rp 459.000, laboratorium Rp 320.500, kamar operasi Rp 3,19 juta, bank darah Rp 325.000, dan IGD Rp 90.000.
Pengeluaran lainnya meliputi obat, ruangan, dan alat terdiri atas perawatan ICU, Kutilang, parkit, dan kamar operasi yang besarnya mencapai Rp 1,52 juta. Untuk biaya resep sebanyak 20 resep mencapai Rp 1,54 juta.
Untuk memenuhi seluruh biaya perawatan sebanyak Rp 12, 695 juta itu, Iwan terpaksa meminjam uang saudara Rp 7 juta, berikut menggadaikan motor milik kakaknya. Sedangkan kekurangannya dia ditutup dengan uang hasil penjualan sawah dan kambing milik mertuanya di Bojonegoro senilai sekitar Rp 10 juta.
Meski sudah banyak uang yang harus dikeluarkan, kondisi Fellina tidak kunjung membaik. Sewaktu masih berusia sembilan bulan dan belum dioperasi, berat badan Fellina mencapai tujuh kilogram. Setelah operasi hingga usia 16 bulan, berat badannya terus menyusut hingga kemarin tinggal 6,2 kg. "Sebelumnya pernah bahkan sampai 5,6 kg," kata Iwan.
HINGGA Kamis malam, Fellina belum juga dioperasi. Aulia Taswin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan mengungkapkan, Fellina dibawa pulang dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta setelah menjalani visum et repertum. Ia belum perlu dioperasi karena kondisinya dianggap belum mengancam jiwa.
Agar bisa dirawat di RSCM, Fellina harus melalui prosedur pemeriksaan di bagian Poliklinik Bedah terlebih dulu. Dari sana baru bisa ditentukan apakah Fellina perlu dirawat inap atau tidak.
Karena tidak punya uang untuk biaya anaknya, Masriati sibuk mengurus surat miskin (surat keterangan RT/RW dan lurah) agar bisa mendapatkan pengobatan gratis lewat program JPK Gakin.
Ketika dikonfirmasi soal itu, Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSCM Akmal Taher mengatakan belum mendapat laporan resmi. Namun, ia menduga Fellina mengalami sistolik low output, yaitu keluarnya sedikit makanan dari usus. Kalau tidak ada indikasi segera dirawat, kata Akmal, biasanya pasien menderita low output.
MENGENAI dugaan malpraktek, Kepala Hubungan Masyarakat Pemasaran RS Karya Medika Cibitung Zr Maria MTP menyatakan, pihak rumah sakit dan Komite Medik sudah meminta penjelasan dari dr Ottman. Tetapi ia tidak bersedia memberi penjelasan lebih lanjut. (MAS/ELN/IND)