Amarah Rakyat Perlu Dibangkitkan Terhadap Anggota Dewan Bermasalah
Jakarta, Jumat
Berbagai pihak terkait diimbau untuk membangkitkan amarah masyarakat terhadap anggota dewan terpilih pada Pemilu 2004 yang bermasalah, terutama yang terkait dengan kasus korupsi. "Sudah saatnya kita bersama, termasuk pers, membangkitkan rasa marah masyarakat terhadap anggota dewan yang bermasalah," kata Wakil Ketua Panwaslu Pusat, Saut H Sirait di Jakarta, Kamis (26/8).
Saut mengaku sangat sedih berkaitan dengan banyaknya anggota DPRD bermasalah secara hukum, baik yang belum maupun yang sudah dilantik. "Saya sangat sedih sekali. Bangsa ini menjadi berantakan karena anggota DPRD itu," kata Saut.
Menurut dia, kinerja dari anggota DPRD yang bermasalah tersebut jelas akan terganggu. Mereka juga akan terus memanfaatkan uang negara dan uang masyarakat untuk kepentingan pribadi. "Wibawa dewan otomatis akan turun karena ada anggota yang bermasalah. Bagaimana mau menghormati anggota dewan yang terhormat, bila mereka mudah menelikung uang rakyat," katanya lebih lanjut.
Senada dengan Saut, anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Wacth (ICW), IZ Fahmy Badoh, mengatakan status hukum anggota dewan yang bermasalah yang menjadi tersangka dan terpidana akan mempengaruhi kinerja dewan nantinya.
"Jelas akan mempengaruhi kinerja mereka. Mereka akan membuat korupsi oligarki kotor yang sudah terbangun (pada periode-red) sebelumnya," kata Fahmy yang ditemui di kantor Panwaslu Pusat di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, anggota dewan yang pernah bermasalah dan kemudian terpilih kembali, diduga akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang. "Mereka akan melakukan hal yang sama dan mungkin lebih gila lagi karena mereka lebih legitimate dibandingkan dengan anggota DPRD yang terpilih pada beberapa pemilu sebelumnya," kata Fahmi.
Berkaitan dengan anggota dewan yang bermasalah tersebut, dia mengatakan, partai politik lebih dimungkinkan untuk menarik atau memecat anggotanya yang terlibat atau tersangkut kasus korupsi sesuai dengan UU No 2 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk) Keanggotaan DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD.
Meskipun sudah ada UU Susduk tersebut, cenderung tidak ada keinginan baik dari partai politik untuk menarik atau memecat anggotanya yang bermasalah dari dewan legistaltif. Fahmy lebih lanjut mengatakan, perlunya dorongan bersama dari masyarakat agar partai politik mengubah citra buruk yang selama ini ada.
"Kalau saat ini masanya sudah demokratisasi dan antikorupsi, partai politik perlu menanggapinya," katanya. Sementara masyarakat menggunakan mekanisme yang ada seperti menyampaikan aspirasi ke DPRD atau melakukan unjuk rasa berkaitan dengan anggota dewan yang bermasalah.
"Bila mekanisme dalam partai dan dalam fraksi tidak berubah, artinya tidak memberikan ruang yang cukup luas kepada masyarakat untuk memberikan masukan, sehingga sangat sulit menanti peran masyarakat mendorong pemerintah yang bersih," kata Fahmi.
Indonesian Corruption Watch (ICW) dan beberapa LSM daerah yang tergabung dalam Koalisi Ornop Tolak Politikus Busuk, melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pusat di Jakarta, Kamis, mengenai anggota DPRD terpilih yang dianggap pernah tersangkut kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia.
Anggota Badan Pekerja Divisi Korupsi Politik ICW, IZ Fahmy Badoh, didampingi oleh salah seorang koordinato LSM daerah dari GEWAMAN Pontianak, Hermawansyah melaporkan data daftar anggota DPRD yang bermasalah terlibat dalam kasus korupsi kepada Panwaslu Pusat, yang diterima oleh Wakil Ketua Panwaslu Pusat, Saut H Sirait. (Ant/Dul)
Berbagai pihak terkait diimbau untuk membangkitkan amarah masyarakat terhadap anggota dewan terpilih pada Pemilu 2004 yang bermasalah, terutama yang terkait dengan kasus korupsi. "Sudah saatnya kita bersama, termasuk pers, membangkitkan rasa marah masyarakat terhadap anggota dewan yang bermasalah," kata Wakil Ketua Panwaslu Pusat, Saut H Sirait di Jakarta, Kamis (26/8).
Saut mengaku sangat sedih berkaitan dengan banyaknya anggota DPRD bermasalah secara hukum, baik yang belum maupun yang sudah dilantik. "Saya sangat sedih sekali. Bangsa ini menjadi berantakan karena anggota DPRD itu," kata Saut.
Menurut dia, kinerja dari anggota DPRD yang bermasalah tersebut jelas akan terganggu. Mereka juga akan terus memanfaatkan uang negara dan uang masyarakat untuk kepentingan pribadi. "Wibawa dewan otomatis akan turun karena ada anggota yang bermasalah. Bagaimana mau menghormati anggota dewan yang terhormat, bila mereka mudah menelikung uang rakyat," katanya lebih lanjut.
Senada dengan Saut, anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Wacth (ICW), IZ Fahmy Badoh, mengatakan status hukum anggota dewan yang bermasalah yang menjadi tersangka dan terpidana akan mempengaruhi kinerja dewan nantinya.
"Jelas akan mempengaruhi kinerja mereka. Mereka akan membuat korupsi oligarki kotor yang sudah terbangun (pada periode-red) sebelumnya," kata Fahmy yang ditemui di kantor Panwaslu Pusat di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, anggota dewan yang pernah bermasalah dan kemudian terpilih kembali, diduga akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang. "Mereka akan melakukan hal yang sama dan mungkin lebih gila lagi karena mereka lebih legitimate dibandingkan dengan anggota DPRD yang terpilih pada beberapa pemilu sebelumnya," kata Fahmi.
Berkaitan dengan anggota dewan yang bermasalah tersebut, dia mengatakan, partai politik lebih dimungkinkan untuk menarik atau memecat anggotanya yang terlibat atau tersangkut kasus korupsi sesuai dengan UU No 2 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk) Keanggotaan DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD.
Meskipun sudah ada UU Susduk tersebut, cenderung tidak ada keinginan baik dari partai politik untuk menarik atau memecat anggotanya yang bermasalah dari dewan legistaltif. Fahmy lebih lanjut mengatakan, perlunya dorongan bersama dari masyarakat agar partai politik mengubah citra buruk yang selama ini ada.
"Kalau saat ini masanya sudah demokratisasi dan antikorupsi, partai politik perlu menanggapinya," katanya. Sementara masyarakat menggunakan mekanisme yang ada seperti menyampaikan aspirasi ke DPRD atau melakukan unjuk rasa berkaitan dengan anggota dewan yang bermasalah.
"Bila mekanisme dalam partai dan dalam fraksi tidak berubah, artinya tidak memberikan ruang yang cukup luas kepada masyarakat untuk memberikan masukan, sehingga sangat sulit menanti peran masyarakat mendorong pemerintah yang bersih," kata Fahmi.
Indonesian Corruption Watch (ICW) dan beberapa LSM daerah yang tergabung dalam Koalisi Ornop Tolak Politikus Busuk, melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pusat di Jakarta, Kamis, mengenai anggota DPRD terpilih yang dianggap pernah tersangkut kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia.
Anggota Badan Pekerja Divisi Korupsi Politik ICW, IZ Fahmy Badoh, didampingi oleh salah seorang koordinato LSM daerah dari GEWAMAN Pontianak, Hermawansyah melaporkan data daftar anggota DPRD yang bermasalah terlibat dalam kasus korupsi kepada Panwaslu Pusat, yang diterima oleh Wakil Ketua Panwaslu Pusat, Saut H Sirait. (Ant/Dul)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home